Budaya merupakan salah satu aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Setiap bangsa ataupun negara mempunyai tradisi dan kebudayaan yang
berbeda yang sangat sarat akan kehidupan dan lekat dengan masyarakat. Secara
umum, kebudayaan bangsa kita dikenal dengan budaya ketimuran yang lembut dan
ramah tamah serta sarat akan kesopanan dan nilai-nilai kesusilaan. Sebagai
warga negara, kita berhak berbangga dan berupaya untuk menjadikan budaya tetap
lestari.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan khazanah
kebudayaan. Dari sabang sampai merauke merajut beraneka ragam budaya yang
eksotis. Seperti, tari-tarian, langgam-langgam (lagu-lagu) daerah, permainan,
bahasa, kuliner, dan masih banyak lagi. Sekian banyak ragam kebudayaan tersebut
keseluruhannya menyimpan nilai-nilai moral yang tinggi dan makna filosofis yang
mendalam. Contohnya dalam permainan tradisional gobag sodor, dimana permainan
ini mengajarkan bagaimana mempertahankan diri dan bekerja sama. Hal ini dapat
memberikan dorongan kepada anak untuk belajar bersosialisasi terhadap sesama
dan lingkungannya. Akhir-akhir ini telah marak remaja yang terserang autis
sosial, yakni tidak senang bergaul dan berinteraksi secara langsung dengan
lingkungan sekitarnya, melainkan menghabiskan waktunya di depan komputer dan
berkutat dengan game-game khas dunia maya. Kasus inilah yang nantinya akan
terpaparkan secara lebih jauh di dalam tulisan ini.
Kita semua tidak bisa mengelak pertumbuhan era global yang kian
subur dan merebaknya budaya barat yang kian luas. Tak bisa dipungkiri pula,
bahwa keberadaan Mr. Global dan kawan-kawan telah memberi kontribusi yang cukup
terakui bagi Negara ini khususnya di bidang teknologi dan informasi. Banyak
dari alat-alat tersebut yang memberikan efisiensi lebih dari pada alat-alat
manual. Akan tetapi, bukan hal tersebut yang akan menjadi kasus di sini,
melainkan bagaimana sikap dan kebijaksanaan kita sebagai pengguna. Dan siapa
sangka dengan bertambah eloknya teknologi dan informasi di mata dunia, tak
sedikit moral-moral dan susila-susila yang mulai terdegradasi. Tanpa terasa
pula kita dan generasi kita termanjakan oleh canggihnya teknologi. Hampir semua
pekerjaan dikerjakan oleh mesin, dari mulai pekerjaan rumah tangga hingga yang
bersifat hiburan, semua di lakukan oleh bukan manusia.
Kini masyarakat menjadi semakin bertindak konsumtif. Bahkan
konsumerisme ini telah menjadi tren bagi masyarakat khususnya masyarakat urban
zaman sekarang. Tak sedikit dari mereka yang sengaja membeli barang berlabel
luar negeri dan berteknologi tinggi untuk sekedar berbangga diri, bukan
semata-mata kebutuhan.
Globalisasi merupakan suatu kenyataan hidup yang harus dijalani,
bahkan suatu kesadaran baru bagi manusia di bumi ini. Sebagian pakar telah
melihat betapa besar pengaruh globalisasi dalam kehidupan kita. Bahkan kita
semua telah merasakan revolusi global ini. Sebagaimana yang saya sebutkan
sebelumnya, globalisasi secara umum telah merubah pola hidup masyarakat
khususnya yang tinggal di perkotaan dan semakin merebak merasuki
kehidupan-kehidupan yang dulunya terisolasi. Sekali lagi hanya dengan
kebijaksanaan globalisasi dapat menjadi sahabat bagi manusia.
Menurut analisis para ahli, globalisasi pada umumnya bertumpu pada
4 kekuatan global, yaitu:
- Kemajuan IPTEK. Terutama dalam bidang teknologi dan informasi, beserta inovasi-inovasi barunya yang memudahkan pekerjaan manusia.
- Free trade (perdagangan bebas) yang ditunjang oleh kemajuan IPTEK
- Kerja sama regional dan internasional yang seolah tanpa batas
- Kesadaran akan hak-hak asasi kemanusiaan serta peran mereka dalam kehidupan bersama yang bersifat majemuk. Hal ini sangat memicu perubahan masyarakat yang cenderung lebih terbuka terhadap sesama dan dunia luar yang dulunya terkotak-kotak.
Menurut saya, poin yang paling penting bagi pesatnya pertumbuhan
arus globalisasi di sini adalah poin ke-4, dimana masyarakat yang dulunya hidup
terkotak-kotak dan berkutat dengan golongannya sendiri kini sudah mulai terbuka
dan mau membuka lebar wawasan mereka tentang hal-hal baru. Hal ini lah yang
menjadi pintu masuk awal bagi arus globalisasi dan modernisasi. Dengan kemajuan
telekomunikasi, sangat memungkinkan bagi manusia untuk berinteraksi secra tidak
langsung dengan mudah dan lebih cepat. Saling bertukar pengalaman, pengetahuan,
bahkan kebudayaan. Hal ini sangat indah bila disikapi dengan bijak, namun
bisakah kita bayangkan ketika seluruh hasil berbagi mereka tercerna dalam
sirkulasi IPTEK dan kebudayaan dengan tanpa filter? Masihkah kita dapat
menjamin keautentikan budaya dan identitas bangsa yang kita junjung tinggi?
Gelombang globalisasi bisa jadi sebuah tantangan bagi kita untuk lebih bersikap
bijak dalam menyikapi suatu pembaharuan, dan juga merupakan peluang bagi kita
untuk belajar dan menciptakan inovasi-inovasi lain yang lebih baik. Dengan kata
lain, globalisasi member ampak positif dan negatif bagi kehidupan. Bahkan
erbagai pola kehidupan yang bersifat merugikan akan muncul di tengah-tengah
masyarakat.
Ancaman akan lunturnya budaya bangsa merupakan ancaman paling
berbahaya bagi suatu bangsa yang berbudaya. Budaya bagaikan paras suatu bangsa
yang menggambarkan seluruh tubuh bangsa tersebut. apabila paras bangsa
Indonesia telah tercabik oleh goresan-goresan westernisasi, maka keutuhan paras
asli Indonesia pun akan berubah secara perlahan. Akibatya, karena telah lama
merantau dalam budaya orang lain, maka orang akan bertanya-tanya tentang siapa
dirinya sendiri. Mereka bahkan tidak mengetahui tentang budaya sendiri yang
sejak dahulu telah dirintis oleh nenek moyangnya. Hal ini sungguh mengerikan.
Ancaman selanjutnya adalah mulai lunturnya identitas-identitas
kebangsaan. Kebudayaan merupakan jantung dari identitas suatu bangsa. Apabila
kebudayaan suatu bangsa terusik, maka identitas bangsanya akan terusik pula.
Hal ini sangat berdampak buruk bagi rasa nasionalisme warga dari suatu negara.
Mereka tak lagi bangga menjadi bagian dari bangsa dan negaranya, karena tidak
ada masyarakat lain yang dapat mempertahankan identitas kebangsaanyya melainkan
masyarakat bangsa tersebut.
Terkikisnya kesadaran terhadap wawasan nusantara merupakan ancaman
selanjutnya bagi bangsa yang mulai dilalaikan oleh warganya sendiri. Merupakan
suatu keterkaitan dengan apa yang saya sampaikan sebelumnya, bahwasannya
terkikisnya kesadaran terhadap wawasan nusantara merupakan dampak dari
lunturnya khazanah kebudayaan dan identitas bangsa Indonesia. Dengan ini,
sempurna sudah kelalaian suatu warga terhadap bangsanya sendiri. Mereka kini
lebih bangga ketika dapat mengimitasi budaya dan perilaku bangsa lain,
khususnya bangsa barat dari pada mengapresiasi prestasi dari putra bangsa
sendiri.
Sungguh ironis sekali, keadaan bangsa kita saat ini. Hal ini
kembali kepada kesadaran individu masing-masing akan pentingnya melestarikan
budaya bangsa dengan sebaik-baiknya. Mari kita memulai dengan hal kecil, yaitu
membiasakan generasi muda kita untuk berinteraksi langsung terhadap
teman-temannya disbanding dengan menggunakan media teknologi yang mengurangi
ruang interaksi langsung mereka. Mari kita kembali ke jalan-jalan desa untuk
sekedar mengikuti kegiatan rutin mingguan yaitu, kerja bakti. Mengenalkan
alat-alat music adan lagu-lagu daerah sejak dini hingga di tingkat perguruan
tinggi mungkin akan memberikan aura yang baik untuk lestarinya budaya dan
identitas bangsa.
Seorang
budayawan, Binhad Nurrohmat berkata,
“kebudayaan diciptakan manusia demi memepertahankan species
manusiadan meluhurkannya. Kebudayaan tumbuh dari seluruh kesadaran dan potensi
lahir batin manusia demi membebaskan diri dari
keterbatasan-keterbatasanmenjalani kehidupannya” (Moh. Shofan: 2011).
semoga bermanfaat ^_~