welcomeeee!!!

mari saling berbagi. . . . .


Kamis, 12 Januari 2012

GLOBALISASI, ANCAMAN ATAUKAH PELUANG


Budaya merupakan salah satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap bangsa ataupun negara mempunyai tradisi dan kebudayaan yang berbeda yang sangat sarat akan kehidupan dan lekat dengan masyarakat. Secara umum, kebudayaan bangsa kita dikenal dengan budaya ketimuran yang lembut dan ramah tamah serta sarat akan kesopanan dan nilai-nilai kesusilaan. Sebagai warga negara, kita berhak berbangga dan berupaya untuk menjadikan budaya tetap lestari.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan khazanah kebudayaan. Dari sabang sampai merauke merajut beraneka ragam budaya yang eksotis. Seperti, tari-tarian, langgam-langgam (lagu-lagu) daerah, permainan, bahasa, kuliner, dan masih banyak lagi. Sekian banyak ragam kebudayaan tersebut keseluruhannya menyimpan nilai-nilai moral yang tinggi dan makna filosofis yang mendalam. Contohnya dalam permainan tradisional gobag sodor, dimana permainan ini mengajarkan bagaimana mempertahankan diri dan bekerja sama. Hal ini dapat memberikan dorongan kepada anak untuk belajar bersosialisasi terhadap sesama dan lingkungannya. Akhir-akhir ini telah marak remaja yang terserang autis sosial, yakni tidak senang bergaul dan berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sekitarnya, melainkan menghabiskan waktunya di depan komputer dan berkutat dengan game-game khas dunia maya. Kasus inilah yang nantinya akan terpaparkan secara lebih jauh di dalam tulisan ini.

Kita semua tidak bisa mengelak pertumbuhan era global yang kian subur dan merebaknya budaya barat yang kian luas. Tak bisa dipungkiri pula, bahwa keberadaan Mr. Global dan kawan-kawan telah memberi kontribusi yang cukup terakui bagi Negara ini khususnya di bidang teknologi dan informasi. Banyak dari alat-alat tersebut yang memberikan efisiensi lebih dari pada alat-alat manual. Akan tetapi, bukan hal tersebut yang akan menjadi kasus di sini, melainkan bagaimana sikap dan kebijaksanaan kita sebagai pengguna. Dan siapa sangka dengan bertambah eloknya teknologi dan informasi di mata dunia, tak sedikit moral-moral dan susila-susila yang mulai terdegradasi. Tanpa terasa pula kita dan generasi kita termanjakan oleh canggihnya teknologi. Hampir semua pekerjaan dikerjakan oleh mesin, dari mulai pekerjaan rumah tangga hingga yang bersifat hiburan, semua di lakukan oleh bukan manusia.

Kini masyarakat menjadi semakin bertindak konsumtif. Bahkan konsumerisme ini telah menjadi tren bagi masyarakat khususnya masyarakat urban zaman sekarang. Tak sedikit dari mereka yang sengaja membeli barang berlabel luar negeri dan berteknologi tinggi untuk sekedar berbangga diri, bukan semata-mata kebutuhan.                                                                        

Globalisasi merupakan suatu kenyataan hidup yang harus dijalani, bahkan suatu kesadaran baru bagi manusia di bumi ini. Sebagian pakar telah melihat betapa besar pengaruh globalisasi dalam kehidupan kita. Bahkan kita semua telah merasakan revolusi global ini. Sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya, globalisasi secara umum telah merubah pola hidup masyarakat khususnya yang tinggal di perkotaan dan semakin merebak merasuki kehidupan-kehidupan yang dulunya terisolasi. Sekali lagi hanya dengan kebijaksanaan globalisasi dapat menjadi sahabat bagi manusia.

Menurut analisis para ahli, globalisasi pada umumnya bertumpu pada 4 kekuatan global, yaitu: 
  1. Kemajuan IPTEK. Terutama dalam bidang teknologi dan informasi, beserta inovasi-inovasi barunya yang memudahkan pekerjaan manusia.  
  2.  Free trade (perdagangan bebas) yang ditunjang oleh kemajuan IPTEK 
  3.  Kerja sama regional dan internasional yang seolah tanpa batas
  4.  Kesadaran akan hak-hak asasi kemanusiaan serta peran mereka dalam kehidupan bersama yang bersifat majemuk. Hal ini sangat memicu perubahan masyarakat yang cenderung lebih terbuka terhadap sesama dan dunia luar yang dulunya terkotak-kotak.
Menurut saya, poin yang paling penting bagi pesatnya pertumbuhan arus globalisasi di sini adalah poin ke-4, dimana masyarakat yang dulunya hidup terkotak-kotak dan berkutat dengan golongannya sendiri kini sudah mulai terbuka dan mau membuka lebar wawasan mereka tentang hal-hal baru. Hal ini lah yang menjadi pintu masuk awal bagi arus globalisasi dan modernisasi. Dengan kemajuan telekomunikasi, sangat memungkinkan bagi manusia untuk berinteraksi secra tidak langsung dengan mudah dan lebih cepat. Saling bertukar pengalaman, pengetahuan, bahkan kebudayaan. Hal ini sangat indah bila disikapi dengan bijak, namun bisakah kita bayangkan ketika seluruh hasil berbagi mereka tercerna dalam sirkulasi IPTEK dan kebudayaan dengan tanpa filter? Masihkah kita dapat menjamin keautentikan budaya dan identitas bangsa yang kita junjung tinggi? Gelombang globalisasi bisa jadi sebuah tantangan bagi kita untuk lebih bersikap bijak dalam menyikapi suatu pembaharuan, dan juga merupakan peluang bagi kita untuk belajar dan menciptakan inovasi-inovasi lain yang lebih baik. Dengan kata lain, globalisasi member ampak positif dan negatif bagi kehidupan. Bahkan erbagai pola kehidupan yang bersifat merugikan akan muncul di tengah-tengah masyarakat.

Ancaman akan lunturnya budaya bangsa merupakan ancaman paling berbahaya bagi suatu bangsa yang berbudaya. Budaya bagaikan paras suatu bangsa yang menggambarkan seluruh tubuh bangsa tersebut. apabila paras bangsa Indonesia telah tercabik oleh goresan-goresan westernisasi, maka keutuhan paras asli Indonesia pun akan berubah secara perlahan. Akibatya, karena telah lama merantau dalam budaya orang lain, maka orang akan bertanya-tanya tentang siapa dirinya sendiri. Mereka bahkan tidak mengetahui tentang budaya sendiri yang sejak dahulu telah dirintis oleh nenek moyangnya. Hal ini sungguh mengerikan.

Ancaman selanjutnya adalah mulai lunturnya identitas-identitas kebangsaan. Kebudayaan merupakan jantung dari identitas suatu bangsa. Apabila kebudayaan suatu bangsa terusik, maka identitas bangsanya akan terusik pula. Hal ini sangat berdampak buruk bagi rasa nasionalisme warga dari suatu negara. Mereka tak lagi bangga menjadi bagian dari bangsa dan negaranya, karena tidak ada masyarakat lain yang dapat mempertahankan identitas kebangsaanyya melainkan masyarakat bangsa tersebut.

Terkikisnya kesadaran terhadap wawasan nusantara merupakan ancaman selanjutnya bagi bangsa yang mulai dilalaikan oleh warganya sendiri. Merupakan suatu keterkaitan dengan apa yang saya sampaikan sebelumnya, bahwasannya terkikisnya kesadaran terhadap wawasan nusantara merupakan dampak dari lunturnya khazanah kebudayaan dan identitas bangsa Indonesia. Dengan ini, sempurna sudah kelalaian suatu warga terhadap bangsanya sendiri. Mereka kini lebih bangga ketika dapat mengimitasi budaya dan perilaku bangsa lain, khususnya bangsa barat dari pada mengapresiasi prestasi dari putra bangsa sendiri.

Sungguh ironis sekali, keadaan bangsa kita saat ini. Hal ini kembali kepada kesadaran individu masing-masing akan pentingnya melestarikan budaya bangsa dengan sebaik-baiknya. Mari kita memulai dengan hal kecil, yaitu membiasakan generasi muda kita untuk berinteraksi langsung terhadap teman-temannya disbanding dengan menggunakan media teknologi yang mengurangi ruang interaksi langsung mereka. Mari kita kembali ke jalan-jalan desa untuk sekedar mengikuti kegiatan rutin mingguan yaitu, kerja bakti. Mengenalkan alat-alat music adan lagu-lagu daerah sejak dini hingga di tingkat perguruan tinggi mungkin akan memberikan aura yang baik untuk lestarinya budaya dan identitas bangsa.

Seorang budayawan, Binhad Nurrohmat berkata,                                 
“kebudayaan diciptakan manusia demi memepertahankan species manusiadan meluhurkannya. Kebudayaan tumbuh dari seluruh kesadaran dan potensi lahir batin manusia demi membebaskan diri dari keterbatasan-keterbatasanmenjalani kehidupannya” (Moh. Shofan: 2011).


 semoga bermanfaat ^_~



Senin, 01 Agustus 2011

UNTUNGNYA AKU PUNYA TUHAN

bismillahirrahmanirrahim. . .

dalam balutan fajar nan sejuk namun menusuk

terbesit sebuah doa

meminta dan terus meminta

tanpa sadar adakah pantas jiwa busuk meminta

tanpa sadar akan apa yang telah diperbuatnya

selalu begitu


manusia, makhluk paling pandai mencuri kesempatan


saat pintu rahmat terbuka

seolah dengan rakusnya mengaum mengharap ridlo-NYA


bagai tak punya muka

dengan pe-de-nya

merengek memohon ampun

dengan muka innocent memelas

meminta leburnya dosa


aku, aku manusia

itulah yang kulakukan

bagai rahi gedeg

menghadap Tuhan

memohon amnesti


beruntungnya, Tuhan maha pengampun

beruntungnya, Tuhan maha penyayang

beruntungnya, Tuhan maha pengasih

beruntungnya, aku punya Tuhan



shubuh, 1 Ramadhan 1432 H
dalam gersangnya hati.

Kamis, 28 Juli 2011

A passionate pilgrim XII By Shakespeare


Crabbed age and youth cannot live together:
Youth is full of pleasure, age is full of care;
Youth like summer morn, age like winter weather;
Youth like summer brave, age like winter bare.
Youth is full of sport, age’s breath is short;
Youth is nimble, age is lame;
Youth is hot and bold, age is weak and cold;
Youth is wild, and age is tame.
Age, I do abhor thee, youth, I do adore thee;
O, my love, my love is young!
Age, I do defy thee: O, sweet shepherd, hie thee,
For methinks thou stay’st too long!

I love this poem. According to me, this poem doesn’t only represent a love story, but also a spirit of life. I admire the way Shakespeare compare and combine between two conditions. Those are age and young. It is true that age is different with young. The young hood is full of spirit and high power. But when someone is getting old, he will lose almost his power. He will need somebody to “participate” his life a lot and more than when he was young.
But love is never been old. It is going to be young all the time. The love cannot be recognized as an age. Love will always blossom like a flower in the spring. it will not flow as your age getting older. You will never recognize that you are getting older, as long as your love is still in your heart.
This is, as I said that Shakespeare spoiled the readers all over the universe with his wonderful masterpiece.

                                                                 William Shakespeare

*aku lagi latihan jadi pengamat sastra barat. . . hehehehe

Senin, 25 Juli 2011

SOROGAN DAN BANDONGAN, METODE PENDIDIKAN KLASIK


 Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran islam di mana di dalamnya terdapat interaksi antara kyai dan ustadz sebagai guru, dan santri sebagai murid. Sebagai sebuah sarana pendidikan, tentunya pesantren mempunyai ketentuan. Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik dan kiyai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren (Zamakhsyari Dhofier, 1982:44). Pondok atau asrama sebagai tempat tinggal para santri, masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan para santri, pengajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning, adanya santri sebagai murid, dan kyai sebagai pimpinan sekaligus pengajar.
Pesantren sudah ada di Indonesia sejak zaman walisongo. Kemudian bertahan pada masa kolonial, sampai sekarang. Pada zaman para wali, pesantren digunakan untuk penyebaran agama islam. Terutama di tanah jawa yang mayoritas penduduknya memeluk agama hindu dan budha. Di dalamnya, para wali mengakulturasikan antara budaya jawa dan hindu-budha yang melekat dengan kehidupan mereka dengan budaya islam. Seperti menerapkan nilai-nilai islam dalam pertunjukan wayang, dan lain sebagainya. Pada saat penjajahan, pesantren menjadi pusat pengajaran sekaligus tempat pertahanan rakyat. Di dalamnya, rakyat Indonesia, terutama masyarakat jawa menyusun kekuatan untuk melawan kolonialisme. Terbukti banyak pahlawan nasional yang lahir dari kalangan pesantren. Seperti K.H. Hasyim Asy’ari dari jombang, K.H Wahid Hasyim, putra kyai Hasyim Asy’ari, dan masih banyak lagi. Kini pesantren mulai berjalan mengikuti  perkembangan zaman. Tak sedikit pesantren yang telah menyertakan pelajaran IT (information and technology) dalam kegiatan belajar mengajar dan kegiatan sehari-hari. Seperti pembelajaran komputer, internet, bahkan bahasa asing. Demikianlah eksistensi pesantren masih melekat di hati masyarakat islam, terutama di pulau jawa.
Dalam proses belajar mengajar, awalnya dilakukan di rumah-rumah penduduk, langgar (surau) dan masjid. Pelajaran diberikan secara individual. Artinya, seorang santri harus menghadap kepada sang kyai satu persatu dan membacakan Al-qur’an dan kitab kuning, kemudian menerjemahkan dalam bahasa jawa. Dalam metode ini, seorang santri dapat mengulangi pelajarannya hingga berkali-kali sampai benar-benar bisa dan mampu memahami apa yang kyai jelaskan dan kemudian mampu menerangkannya kembali. Metode seperti ini disebut metode sorogan. Metode seperti ini memang cukup membutuhkan kesabaran dan kedisiplinan. Namun dapat menghasilkan hasil yang memuaskan. Artinya, seorang santri dapat faham terhadap apa yang ia baca, sekaligus menerangkan kembali.
Metode selanjutnya adalah metode bandongan. Dalam hal ini, sekelompok santri yang terdiri dari 5 sampai ratusan orang mendengarkan kyai atau ustadz yang membaca, menerjemahkan dan menerangkan sebuah kitab dalam bahasa arab. Setiap santri memperhatikan kitabnya masing-masing dan menuliskan makna atau terjemahan yang dibacakan sang kyai atau ustadz.
Dalam praktiknya, memang metode sorogan lebih berhasil dibandingkan dengan metode bandongan. Karena dalam metode sorogan, seorang santri benar-benar mendapatkan perhatian dan bimbingan intensif dari ustadz atau kyai. Oleh karenanya, metode bandongan biasa diikuti oleh santri-santri senior yang sudah digodog dan siap dilaunching di masyarakat.
Baru-baru ini sebuah pondok pesantren salaf (kuno) di Semarang, Jawa Tengah, telah berhasil memberikan inovasi baru untuk metode pembelajaran santri. PP. Al Ishlah, di bawah asuhan Drs. K.H. Ahmad Hadlor Ihsan telah berhasil mencetuskan metode sorban. Yaitu metode kombinasi antara sorogan dan bandongan. Dalam metode ini santri mendengarkan kiai atau ustadz membacakan kitab kuning, kemudian para santri satu-persatu membaca dan mengupas kitab tersebut dengan dipandu langsung oleh kyai atau ustadz tersebut. “Metode sorban ini lebih efektif karena santri tidak hanya mendengar, membaca dan menirukan, akan tetapi sekaligus mengupas isi kitab tersebut dengan panduan langsung dari kyai atau ustadz” jelas kyai Hadlor. Pesantren ini juga termasuk pesantren salaf modern. Karena tidak hanya ilmu-ilmu keagamaan klasik saja yang dipelajari, melainkan juga ilmu pengetahuan dan teknologi serta bahasa asing.



Gambar 1.1 Kegiatan para santri (sumber: dokumentasi PP. Al-ishlah)

Tampak pada gambar 1.1, para santri mencatat penjelasan yang disampaikan oleh seorang ustadz di serambi pondok pesantren.




      Gambar 1.2 ujian pesantren (sumber: dokumentasi PP. Al-ishlah)

Tampak pada gambar 1.2, para santri melaksanakan ujian pesantren di serambi masjid. Dalam buku Tradisi Pesantren karya Zamakhsyari Dhofier, tertulis bahwa masjid merupakan salah satu unsur inti pesantren sebagai pusat kegiatan dan peribadatan santri.

           Bagi saya, hal-hal seperti ini, yang saya temukan di pesantren, adalah suatu akulturasi antara budaya islam dan tradisi pendidikan kuno. Ini merupakan warisan budaya islam kuno di bidang pendidikan yang patut di lestarikan. Harapan saya terhadap dunia pesantren adalah, tetap menjaga tradisi-tradisi kuno kepesantrenan dan juga membuka diri terhadap arus globalisasi. Sehingga keberadaan pesantren dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bangsa Indonesia, dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya klasiknya.

Minggu, 24 Juli 2011

TUHAN, AKU, DAN DIA

bismillahirrohmanirrohim. . . .

semoga menjadi awal yang baik.

mudah-mudahan dengan menulis saya bisa sedikit me-refresh pikiran saya.  akhir-akhir ini  pikiran saya agak sedikit terganggu karena urusan hablun minan nas. yaah begitulah, ternyata urusan dengan sesama manusia lebih kompleks dari pada urusan dengan tuhan.

katakanlah pada suatu hari saya lupa tidak mengerjakan sholat, atau mungkin lupa kalau hari ini harus puasa. dengan qodlo dan sedikit basa-basi kepada tuhan dan embel-embel minta ampunan dan taubat, urusan selesai. gampang kan? masalah mau masuk surga atau neraka nantinya, yaaa belakangan laah. . . .  tapi bisa dibayangkan ketika melakukan kesalahan terhadap orang lain, menyinggung perasaannya misalkan, bisa dipastikan hidup akan bagai dikejar harimau dan serasa ada teror yang membayangi. sungguh rasanya tak tenang. ingin melarikan diri?? tak bisa. seolah yang bersangkutan selalu punya DENSUS 88 yang siap mengintai gerak-gerik saya setiap waktu.

yaaah. . . nyatanya berurusan dengan manusia memang lebih menjengkelkan. nyatanya juga, saya lebih takut berurusan dengan manusia dari pada dengan Tuhan. Astaghfirullah. . . . .

jika sudah seperti ini, adakah Tuhan berkenan memaafkan saya yang telah menjadikanNYA nomor dua setelah makhluk BUSUKK itu?? semoga... karena Tuhan maha pengampun dan penyayang. . . . .

dan kau . .!! adakah kau bersikap sombong dan takabbur dengan menyimpan rasa welasmu???