welcomeeee!!!

mari saling berbagi. . . . .


Senin, 25 Juli 2011

SOROGAN DAN BANDONGAN, METODE PENDIDIKAN KLASIK


 Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran islam di mana di dalamnya terdapat interaksi antara kyai dan ustadz sebagai guru, dan santri sebagai murid. Sebagai sebuah sarana pendidikan, tentunya pesantren mempunyai ketentuan. Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik dan kiyai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren (Zamakhsyari Dhofier, 1982:44). Pondok atau asrama sebagai tempat tinggal para santri, masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan para santri, pengajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning, adanya santri sebagai murid, dan kyai sebagai pimpinan sekaligus pengajar.
Pesantren sudah ada di Indonesia sejak zaman walisongo. Kemudian bertahan pada masa kolonial, sampai sekarang. Pada zaman para wali, pesantren digunakan untuk penyebaran agama islam. Terutama di tanah jawa yang mayoritas penduduknya memeluk agama hindu dan budha. Di dalamnya, para wali mengakulturasikan antara budaya jawa dan hindu-budha yang melekat dengan kehidupan mereka dengan budaya islam. Seperti menerapkan nilai-nilai islam dalam pertunjukan wayang, dan lain sebagainya. Pada saat penjajahan, pesantren menjadi pusat pengajaran sekaligus tempat pertahanan rakyat. Di dalamnya, rakyat Indonesia, terutama masyarakat jawa menyusun kekuatan untuk melawan kolonialisme. Terbukti banyak pahlawan nasional yang lahir dari kalangan pesantren. Seperti K.H. Hasyim Asy’ari dari jombang, K.H Wahid Hasyim, putra kyai Hasyim Asy’ari, dan masih banyak lagi. Kini pesantren mulai berjalan mengikuti  perkembangan zaman. Tak sedikit pesantren yang telah menyertakan pelajaran IT (information and technology) dalam kegiatan belajar mengajar dan kegiatan sehari-hari. Seperti pembelajaran komputer, internet, bahkan bahasa asing. Demikianlah eksistensi pesantren masih melekat di hati masyarakat islam, terutama di pulau jawa.
Dalam proses belajar mengajar, awalnya dilakukan di rumah-rumah penduduk, langgar (surau) dan masjid. Pelajaran diberikan secara individual. Artinya, seorang santri harus menghadap kepada sang kyai satu persatu dan membacakan Al-qur’an dan kitab kuning, kemudian menerjemahkan dalam bahasa jawa. Dalam metode ini, seorang santri dapat mengulangi pelajarannya hingga berkali-kali sampai benar-benar bisa dan mampu memahami apa yang kyai jelaskan dan kemudian mampu menerangkannya kembali. Metode seperti ini disebut metode sorogan. Metode seperti ini memang cukup membutuhkan kesabaran dan kedisiplinan. Namun dapat menghasilkan hasil yang memuaskan. Artinya, seorang santri dapat faham terhadap apa yang ia baca, sekaligus menerangkan kembali.
Metode selanjutnya adalah metode bandongan. Dalam hal ini, sekelompok santri yang terdiri dari 5 sampai ratusan orang mendengarkan kyai atau ustadz yang membaca, menerjemahkan dan menerangkan sebuah kitab dalam bahasa arab. Setiap santri memperhatikan kitabnya masing-masing dan menuliskan makna atau terjemahan yang dibacakan sang kyai atau ustadz.
Dalam praktiknya, memang metode sorogan lebih berhasil dibandingkan dengan metode bandongan. Karena dalam metode sorogan, seorang santri benar-benar mendapatkan perhatian dan bimbingan intensif dari ustadz atau kyai. Oleh karenanya, metode bandongan biasa diikuti oleh santri-santri senior yang sudah digodog dan siap dilaunching di masyarakat.
Baru-baru ini sebuah pondok pesantren salaf (kuno) di Semarang, Jawa Tengah, telah berhasil memberikan inovasi baru untuk metode pembelajaran santri. PP. Al Ishlah, di bawah asuhan Drs. K.H. Ahmad Hadlor Ihsan telah berhasil mencetuskan metode sorban. Yaitu metode kombinasi antara sorogan dan bandongan. Dalam metode ini santri mendengarkan kiai atau ustadz membacakan kitab kuning, kemudian para santri satu-persatu membaca dan mengupas kitab tersebut dengan dipandu langsung oleh kyai atau ustadz tersebut. “Metode sorban ini lebih efektif karena santri tidak hanya mendengar, membaca dan menirukan, akan tetapi sekaligus mengupas isi kitab tersebut dengan panduan langsung dari kyai atau ustadz” jelas kyai Hadlor. Pesantren ini juga termasuk pesantren salaf modern. Karena tidak hanya ilmu-ilmu keagamaan klasik saja yang dipelajari, melainkan juga ilmu pengetahuan dan teknologi serta bahasa asing.



Gambar 1.1 Kegiatan para santri (sumber: dokumentasi PP. Al-ishlah)

Tampak pada gambar 1.1, para santri mencatat penjelasan yang disampaikan oleh seorang ustadz di serambi pondok pesantren.




      Gambar 1.2 ujian pesantren (sumber: dokumentasi PP. Al-ishlah)

Tampak pada gambar 1.2, para santri melaksanakan ujian pesantren di serambi masjid. Dalam buku Tradisi Pesantren karya Zamakhsyari Dhofier, tertulis bahwa masjid merupakan salah satu unsur inti pesantren sebagai pusat kegiatan dan peribadatan santri.

           Bagi saya, hal-hal seperti ini, yang saya temukan di pesantren, adalah suatu akulturasi antara budaya islam dan tradisi pendidikan kuno. Ini merupakan warisan budaya islam kuno di bidang pendidikan yang patut di lestarikan. Harapan saya terhadap dunia pesantren adalah, tetap menjaga tradisi-tradisi kuno kepesantrenan dan juga membuka diri terhadap arus globalisasi. Sehingga keberadaan pesantren dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bangsa Indonesia, dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya klasiknya.

2 komentar:

  1. agree....

    al azhar pun ternyata menerapkan metode kepesantrenan, yaitu sorogan, bandongan dan jg sorban. ruwak ruwak yg ada di sekeliling masjid pun menyimapan sejarah para ulama besaar yg mondok disana!!!

    BalasHapus
  2. thanks for ur agreement...!!! like it so much. . .

    generasi pesantren pun berhak memberi gebrakan dlm bidang ini, pendidikan.
    efektikitasnya tak diragukan lagi....

    semangaattt!!!

    BalasHapus